Sebenarnya ini adalah perjalanan akademis mahasiswa Arsitektur untuk mempelajari arsitektur regional di Yogyakarta. Saya nggak akan banyak bahas sisi arsitekturnya, saya akan lebih membahas hal-hal yang menyenangkan yang saya ingat, sekadar mengisi waktu menunggui Eyang yang sedang sakit. Awalnya kami berniat menggunakan jasa travel agent, supaya nggak repot dan bisa fokus pada studi. Tapi ternyata harganya jauh beda dengan apabila kita mengurus sendiri. Akhirnya kita memutuskan untuk mengurus sendiri dengan sistem bagi-bagi tugas.
Sepanjang yang saya ingat, Kasongan ini adalah kerajinan. Saya ingat dulu pernah diajak muter-muter Kasongan melihat patung-patung Loro Blonyo. Ternyata Dosen saya sudah mengatur agenda kita akan naik getek menelusuri sungai disini. Sungainya tidak terlalu bersih, jangan dibayangkan kita sedang ekspedisi rapih a la NatGeo berburu buaya ya. Tapi yang paling menghibur adalah pepohonan rimbun yang membentuk terowongan alam hijau, lengkap dengan akar-akar yang menjuntai.
Sweet surprise-nya, ternyata kita diturunkan di sebuah pondok kecil nyeni agak hipster lengkap dengan musik yang diputar redup. Disana kita disuguhi teh hangat sebelum diangkut ramai-ramai oleh mobil pick up hahaha.
Trekking di Punthuk Setumbu
Gak ada hubungannya sama arsitektur, tapi kami menyelipkan agenda khusus untuk melihat Candi Borobudur dari spot Nirwana Sunrise. Saya lupa nama desanya, tapi kalau ke daerah Candi Borobudur, pasti melihat banyak penunjuk arah menuju Nirwana Sunrise.
Kami jalan dari hotel jam tiga pagi, padahal semalam baru tidur 12 satu setelah nonton Balet Ramayan di Prambanan.
Sampai di kaki bukit, kami dapat pemandu dari desa setempat. Udaranya cukup chilly, kita semua siap dengan senter dan jaket. Medan trekkingnya tidak terlalu susah, namun karena pagi buta, saya takut melayangkan pandangan kesana-sini, maklum, saya parno melihat hal yang seharusnya tidak menampakkan diri ( coward banget deh gue banget kalo soal ginian ! ).
Sampai di atas, ternyata ramai turis ! Lengkap dengan alat fotografi siap tempur. Udaranya agak berkabut, tapi semakin matahari muncul kabutnya semakin berkurang.
By the way, kalau nggak pakai teropong atau lensa zoom, tuh Candi Borobudur terlihat keciiil banget. Walaupun cukup dramatis karena sang Candi terlihat seperti muncul di permukaan awan-awan dan pepohonan jadi kesannya seperti lihat latar belakang film laga macam Angling Darma. Berhubung saya gak pakai lensa zoom, dan belum ahli-ahli banget pakai kamera jadi Borobudurnya kurang tertangkap deh.
Sewaktu booking trip ke pengelola desanya, kita sudah minta disiapkan makan di atas bukit. Akhirnya kami disiapin bubur ayam sama anak-anak UNDIP yang sedang KKN. Sumpah, itu bubur nikmat banget rasanya.
Catatan Kecil from Memory Lane
Mungkin saya nulis post ini juga karena gak sengaja buka album-album foto lama kali ya hahaha. Ada beberapa foto tempat-tempat menarik lainnya tapi saya lupa nama tempatnya, maklum, waktu itu fokus mempelajari detil-detil kecil untuk dibahas dalam segi Arsitektur Regional. But, I saw Yogyakarta like never before. Kalau biasanya lebih pingin jalan-jalan ke Malioboro, jajan sate klathak dan ke alun-alun, perjalanan satu ini membawa saya ke tempat di pinggiran Yogya lain yang menyimpan lebih banyak nilai arsitektur kedaerahan.
Tidak ada komentar
Posting Komentar