Senin, 19 Desember 2016

Cooking With Papua Jungle Chef



His name is Charles Toto. Atau panggilan akrabnya Chato.


Papua Jungle Chef adalah gelar kebangaannya, yang ia dapat setelah memutuskan meninggalkan dunia kuliner hotel dan pindah haluan ke kuliner hutan. Sudah sekitar 20 tahun lebih beliau menggeluti dunia masak-memasak, terhitung sejak memasuki sekolah kuliner di Jayapura. His true passion is food from jungle. Bagi Chato, hutan itu seperti pasar. Beraneka ragam bahan pangan siap olah tersedia disana dan gratis. Mulai dari buah merah, sukun, sampai ulat sagu. Chato juga sempat bekerja sebagai private chef di kapal Phinisi, dan salah satu orang yang pernah merasakan masakannya adalah.... Mick Jagger. Yes, the Mick Jagger, on Phinisi boat, on his secret voyage to Korowai ( how could we miss this? ). Kini Chato aktif menggalakkan kuliner dengan bahan-bahan makanan dari hutan, yang kerap ia sajikan kepada turis-turis yang datang ke Papua.

Dari dulu dengar nama dan ceritanya dari bos saya, Yori Antar (a.k.a pendekar arsitektur nusantara ), saya sudah penasaran dengan masakannya, dan ingin tanya-tanya banyak hal tentang masakan Papua. Akhirnya kesempatan untuk masak bersama datang juga setelah Chato diundang untuk masak di kantor dan menjamu teman-teman Pak Bos untuk makan malam.

Chato was here !

Biasanya, kalo soal urusan masak-memasak, arsitek di kantor yang paling semangat itu Hafiz dan Saya. Well, lebih banyak Hafiz yang terlibat di dapur, sih. Saya lebih banyak potong sayur, banyak tanya dan sekaligus dokumentasi juga.

Cookout kali ini dimeriahkan oleh kehadiran Ibu Helianti, founder dari Javara Indonesia, and she's happened to be very humble yet inspiring. Memperkenalkan dirinya sebagai ibu rumah tangga yang punya partner bisnis 52.000 petani Indonesia, beliau cerita sudah menghasilkan 240 produk bahan pangan lokal dan organic certified. "Subsidi Tuhan untuk Indonesia itu luar biasa," kira-kira begitu ucapannya yang paling saya ingat. Kalau saya selama ini cuma tau superfood populer semacam kale, lentils dan chia seeds, Bu Heli menyadarkan saya kalau Indonesia punya lebih banyak jenis superfood lokal seperti jewawut, daun krokot, daun pegagan dan banyak lagi.   


Ibu Helianti, the pioneer behind Javara


Ibu Heli menyiapkan tiga menu untuk makan malam kali ini. Salad buah dengan wild leaves dan bubur jewawut untuk starter, serta es krim kelapa dan mangga untuk dessert (hancur sudah diet saya).


Seumur-umur, saya belum pernah lihat salad secantik buatannya Ibu Heli. Gabungan dari buah jeruk bali, semangka, bunga dan daun-daunan liar dipadu dengan gurihnya feta cheese dan dressing yang menurut saya mirip vinaigrette, hanya saja ini versi manisnya karena menggunakan madu. Dedaunan liar yang dipakai merupakan daun pegagan, krokot, sirih bumi dan kenikir yang konon bergizi tinggi, bahkan lebih tinggi dari produk hewani. 
Too beautiful for a salad



Selain salad, Ibu Heli juga membuat bubur dari Jewawut, Saya juga baru dengar tentang bahan pangan ini. Jewawut, atau istilah lainnya Sorghum, merupakan sumber karbohidrat yang baik karena gluten-free. Menurut saya, teksturnya seperti quinoa. Jewawut ini dimasak hingga lunak, digabung dengan santan, gula, pewarna alami dan kacang-kacangan. A very nice and sweet starter !


Sorghum saat masih dicuci
Bubur Jewawut, dengan kacang dan santan


Chato bertugas memasak main course. Makanan pertama yang ia masak adalah semacam kolak sukun. Buah sukun direbus hingga empuk, diberi pewarna dari buah merah yang ia bawa dari papua.

Buah merah asli dari papua. 

The next course is.. Pumpkin Soup ! Buah labu di potong dadu, ditumis dengan daging cincang, diberi air, cilantro cincang dan garam. Iya, cukup dengan bumbu garam dan cilantro saja udah sedap banget. Daging cincangnya memberi cita rasa kaldu sapi, labu nya memberikan sedikit rasa manis. Sup ini kemudian dimasukkan ke dalam labu yang sudah di keruk. Cantik ya ! Sisa daging buah labu ada juga yang dijadikan salad, hanya dengan ditambah cilantro (daun ketumbar) dan gula.

Sup Labu

Salad Labu Manis
Saya dan Chato

Selain itu, Chato juga memasak Papeda. Papeda ini khas Papua, berupa sagu yang dimasak hingga menyerupai lem kanji ( kalau saya suka bikin ini untuk prakarya sekolah dulu ). Papeda yang hambar ini dimakan dengan sup ikan baronang dengan kuah santan. Semua masakan yang dimasak Chato semuanya tanpa MSG, murni rempah-rempah dan garam. Sebetulnya, Chato membawa Ulat Sagu dari Papua untuk dimasak. Sayang seribu sayang, sepertinya dibuang oleh pihak hotel ( mungkin dikira belatung ? ) Padahal saya penasaran banget ingin coba.

Baronang yang dilumuri lemon


Papeda + Sup Ikan

Ini lho yang namanya Papeda


Last entree from Chato, the jungle chef menyajikan masakan fusion nusantara dan Italia, berupa Pizza Ubi. Buah ubi, di lunakkan hingga halus, lalu dimasak hingga menyerupai roti pipih yang pastinya gluten free. Roti yang menyerupai tortilla dari ubi ini kemudian disajikan dengan topping daging cincang dan keju mozzarella. So far, ini favorit saya ! Maklum, saya pecinta keju.

Pizza tanpa tepung, tanpa telur. 

The crowd. Ini belum semua...

Ibu Heli, Chato, with Yori Antar and kids

Untuk pencuci mulut, Ibu Heli sudah menyiapkan hidangan yang menurut saya bisa disebut dengan Mango Split ( It's like Banana Split, but with mango, got it ? ) Potongan mangga dengan es krim rasa kelapa yang ditaburi kacang-kacangan organik dari Javara, enaknya pol ! Suatu hari saya pasti akan coba bikin.

Ini lho Mango Split yang enak itu




Oiya, kebetulan, di acara makan-makan kali ini, kami kedatangan tamu-tamu dari Baduy yang baru saja sampai di Bintaro setelah dua hari jalan kaki dari desa mereka. Iya, jalan kaki. Selain penduduk asli Baduy, ada juga Igir, penyair dari Papua yang merupakan sahabat Chato. Malam yang seru ya, orang dari berbagai suku berkumpul. Ada chef Papua yang menyajikan masakan, ada orang Baduy yang menjajakan kerajinan asli suku mereka, ada orang Jawa karbitan sibuk makan dan motret (saya maksudnya).

Mereka yang datang dari Baduy



Igir (kiri) , teman Chato yang merupakan penyair dari Papua

Saya tadinya adalah orang yang cukup skeptis, menganggap kalau masakan Indonesia itu terlalu banyak gula, terlalu banyak minyak dan karbohidrat sederhana. Dari Chato dan Ibu Heli, saya sadar, dengan sedikit kreativitas, bahan pangan Indonesia juga bisa diolah menjadi masakan sehat, terutama untuk buah dan sayur-mayurnya yang lebih kaya daripada yang orang awam seperti saya ketahui. Istilah gemah ripah loh jinawi itu benar adanya.

But seriously though, we need more nights like this. 



Jumat, 19 Agustus 2016

People-watching at The Airport, Sunday Morning




I never knew people-watching at the airport could be so amusing, especially in the pick-up area. You know, observing people and their interactions while we guessing their story from distance.

I woke up early, and had a very nice drive to the airport, a very peaceful one because it was Sunday morning and the highway was clear and quiet. The sky was a bit gloomy -just the way I like it, Fourplay was on the radio, and I was picking up a best friend whom I hadn't see for a while because we live in different cities. 

While waiting for my friend, I chose to stand facing the arrival door, where newly-arrived flight passengers were coming out and greeted anyone who was picking them up, whether it was family, colleague or long-time friends. The events probably seem normal from a regular ignorant eye, I mean, it was an airport, where reunions and good-byes happen every time and scattered along the terminals. But, take a look. 

Take a slow deep breath and look them with your curious heart. There's a hidden story in every 'hello' in this place. That tall European guy, he was greeted by a group of locals who was probably his long-time friends rather than his tour-guide, because they seem so friendly. That woman who just came out, she hugged her child on arrival door, because who knows maybe she just got from a long trip and missed her child so much. Or that young man, hugging his cheerful friends, he probably cannot wait to explore the city for the first time. That was just surprisingly heartwarming, I wonder myself why I never did that before. If you put down your smartphone (that Pokemon is going nowhere), and look at your surrounding, you can capture a lot of frank happiness, spread along between those arrival doors and parking lot. 

There is this genius concept of reality show in Canada, called 'Hello Goodbye'. They interview random people on arrival bay on Canada's busiest airport, who happened to have interesting story about the person they were picking up. The single father with his daughter who was waiting for his girlfriend, with surprise engagement ring. The Pakistani wife who was waiting for her husband that she met on arranged married, and still managed to say "My heart is pounding," for waiting for his arrival. And then there was my favourite, a guy in his fifties, meeting her long-lost sister for the first time. They never met before, but when she finally showed up, they hug like old families, all tearing up and he even brought her a plush doll to welcome her. To be honest, the show was sentimentally touching, even for me, the reality show skeptic who thinks that Animal Planet was the only non-orchestrated reality channel nowadays.

But, look, ordinary happiness was all around, they come in other people's stories but they are contagious as well. In airports, you can catch happiness in different forms. The joy of landed safely, the happiness to see the family again, the excitement of travelling to the new places. This is why I always enjoy airport vibes. 

So when my best friend finally showed up, there was my arrival story. We were both starving so we grabbed a breakfast on IKEA and stuffed ourselves with Swedish meatballs.

Minggu, 29 Mei 2016

Cooking Indian with Denis Amirtharaj


Masakan India selalu membuat saya penasaran. Sajiannya yang sarat akan rempah dan minyak itu selalu membuat saya bertanya-tanya apa saja bumbu yang mereka racik ke dalamnya, sehingga tersaji panganan lezat menggugah selera makan. Istilah-istilahnya pun tidak kalah eksotis, mereka punya tandoori, tikka masala, raita, paratha dan lainnya. Sembilan tahun mendalami hobi memasak, jujur saya udah lama ingin bisa menaklukkan satu resep masakan india, tapi akhirnya kalah sebelum berperang, maksudnya pusing duluan lihat daftar bumbunya. 

Sekitar awal tahun 2016, seorang mahasiswa arsitektur asal Chennai, India bernama Denis Amirtharaj mengajukan permohonan magang ke kantor kami. Kami pun menyambutnya dengan excited, karena belum pernah menerima mahasiswa magang dari India sebelumnya. Kami bahkan heran, kenapa nama kantor kami bisa terdengar hingga ke negaranya. Ketika sampai di Indonesia, Denis bercerita kalau kedatangannya itu adalah pengalaman pertamanya melakukan perjalanan lintas negara, dan akan tinggal sendiri di Bintaro selama tiga bulan . That was kinda huge for a first overseas trip.

Our Chennai guy

Alih-alih banyak berdiskusi tentang arsitektur, ternyata saya dan Denis lebih nyambung ketika diskusi tentang makanan. Ternyata, sama seperti saya, Denis juga penikmat kuliner. Saya yang udah lama penasaran dengan kuliner India bisa berdiskusi banyak dengan Denis, dan saya juga memberikan rekomendasi makanan-makanan Indonesia untuk dia cicipi. His favorite ? Tongseng ! Kami juga sama-sama penggemar film kuliner seperti Chef, Burnt dan No Reservation. Pokoknya, kalau saya ketemu Denis, obrolannya nggak jauh-jauh dari saffron dan garam masala.

Sesuai tradisi kantor kami --dimana anak magang wajib masak untuk orang sekantor lalu kami lempar ke kolam renang, Denis pun akhirnya kami todong untuk masak enak, karena kami penasaran dengan masakan India yang disiapkan langsung oleh native-nya. Akhirnya, menjelang akhir masa magangnya, Denis pun sepakat untuk memasak Indian buttered chicken untuk kami. Cihuy !

Buttered chicken, atau yang terkenal dengan nama murgh makani di India, merupakan hidangan berupa ayam dengan saus kari yang kaya akan mentega. Berdasarkan cerita Denis, awal mula terciptanya hidangan ini berawal dari sekelompok orang yang memiliki sisa chicken tandoori, lalu entah karena kelaparan atau mungkin cuma iseng, mereka campur dengan mentega dan rempah-rempah. Voila ! Jadilah buttered chicken yang kondang di India ini. Hidangan ini biasa disajikan dengan nasi basmati yang dimasak dengan kacang polong. 

Daftar bumbu yang diberikan Denis, seperti yang kita pasti duga, cukup panjang dan membuat bingung. Ketika sedang berdiskusi bahan, Denis mengeluarkan sebuah bungkusan berisi bubuk-bubuk bumbu berwarna merah bata. Ia bercerita, bumbu tersebut diracik sendiri oleh ibunya, terdiri dari campuran garam masala, merica, kunyit, jintan dan fennel seed. Bumbu tersebut bisa digunakan untuk memasak hingga empat kilogram ayam. Saya dan teman-teman pun serentak bersama-sama mencium aroma bumbu tersebut dan...... seketika langsung lapar. Aromanya mewakili segala yang bisa tercium dari semangkuk kari ayam hangat. Harum luar biasa. I never knew there was such an indulging smell like that. Rasanya saya sudah bisa mencicipi hidangan tersebut walaupun masih berupa racikan rempah, yang diramu langsung oleh tangan seorang ibu dari India. And all I managed to say was :

" Denis, tell your mom I send my regards,"

Keesokan harinya, saya dan Denis pun mulai belanja sejak pagi. Tidak sulit mencari bahan-bahan yang diperlukan, mengingat Bintaro punya satu pasar modern, satu pasar tradisional, dan lima supermarket besar yang harga dan produknya selalu bersaing. Hanya saja, kami memang harus berkelana untuk melengkapi segala bumbu dan bahan yang diperlukan, terutama yang unik seperti garam masala yang cuma ada di Lotte Mart.

Don't you just love the color

Selama masak, Denis sigap menjadi head chef, dan Hafiz siaga sebagai sous-chef. Saya jadi seksi dokumentasi yang juga merangkap tukang potong bawang dan timun, dan ngemilin yogurt tentunya. 
Oiya, untuk melengkapi hidangan siang itu, Denis juga menyiapkan cucumber raita, semacam sauce dip yang terbuat dari campuran plain yogurt, parutan ketimun, dan daun mint. Raita ini biasa dimakan dengan pita bread atau paratha.


Sous-chef in action





Setelah masak selama total tiga jam, jam satu siang masakan Denis siap untuk makan siang bersama and the party started. Ayamnya matang sempurna, bumbunya thick, creamy and spicy, tapi bagian favorit saya adalah taburan daun ketumbarnya yang memberikan tendangan segar. Semua setuju bilang enak banget, tanpa ketinggalan cucumber raita dan paratha nya yang langsung ludes. Semua kenyang dan happy. Sayang sekali Denis harus kembali ke India dalam waktu dekat, kami pasti akan kangen dengan masakannya.

Denis Amirtharaj's Buttered Chicken.


The proud chef

The team


I never write any recipes formally before, dan kebetulan resep yang dipakai Denis cukup ribet (dan pakai bumbu rahasia racikan ibunya), jadi resep yang saya share ini sudah dalam versi yang lebih gampang, dengan komposisi bumbu yang mendekati resep asli Denis. Saya pribadi juga akan lebih sering pakai resep ini karena lebih praktis, dan resep ini memakai fillet dada ayam instead of potongan ayam. Resep di bawah ini porsinya juga disesuaikan untuk orang satu rumah. I challenge ye !

Buttered Chicken

6 sdm                    Butter ( Saya pakai Anchor salted )
1 Kg                        Fillet dada ayam, potong dadu ( kalau mau tetap pakai ayam potong juga silahkan)
1 buah                  Bawang bombay besar
3 Siung                  Bawang putih, cincang halus
3 sdt                      Garam Masala (Merk lokal Jay's Kitchen, ada di Lotte Mart)
1 sdt                      Bubuk Cabe
1 sdm                    Jahe Parut Segar
1 sdt                      Jintan Bubuk
1/2 sdt                  Cayenne Pepper
1 sdm                      Tomato Paste (Bukan saus tomat ya, favorit saya pakai Del Monte )
2 cup                     Krim masak ( Elle & Vire creme cuisson, but any plain cream will do)
I Buah                   Lemon
                                Daun ketumbar untuk garnish
                                Beras Basmati (optional)

1. Lelehkan 2 sendok makan butter di atas wajan dengan api medium high-heat, masak ayam hingga semua sisi kecoklatan. Untuk saat ini belum perlu untuk mematangkan ayam sampai sempurna, masukkan ayamnya juga disarankan untuk bertahap, tidak sekaligus semua, work in batches. Kalau sudah, singkirkan ayamnya.

2. Lelehkan 2 sendok makan butter dengan api medium-heat. Masukkan bawang bombay, masak hingga agak lembut, mungkin sekitar 3 menit. Masukkan bawang putih, cayenne, garam masala, jahe, bubuk cabe, jintan, dan cumin. Aduk-aduk sebentar, lalu masukkan tomato paste.

3. Aduk-aduk bumbu dan tomato paste, hingga simmered, maksudnya agak mendidih perlahan, masak sekitar empat menit, lalu setelah itu masukkan krim. Aduk dan masak hingga kembali mendidih perlahan, masukkan ayam, diamkan hingga kembali mendidih kecil perlahan selama 10-15 menit. Kalo mendidihnya jadi terlalu besar, kecilkan apinya. Biasanya, semakin lama dimasak, ayam akan semakin empuk. So, cook as long as you want, walaupun semakin lama waktu masak, akan lebih banyak membutuhkan tambahan cairan (bisa ditambah air).

4. Masukkan 2 sendok makan sisa butter, masukkan garam dan merica sesuai selera. Lanjutkan masak ayam hingga matang sempurna.

5. Cincang daun ketumbar yang sudah di cuci, lalu campurkan ke buttered chicken. Mungkin kesannya hanya garnish dan pelengkap, tapi buat saya potongan daun ketumbar punya peran penting untuk membuat cita rasa yang berbeda. Seriously, it changes the whole game. 

6. Lemon juga ditambahkan sebagai pelengkap, bisa diperas jusnya atau di potong membujur cantik dan disajikan bersama sajian.

Eits, belum selesai. Saya juga akan kasih resep Cucumber Raita, semacam dip atau saus celup khas India yang biasa dimakan dengan pita bread atau paratha bread (or in my case, potato chips !). Actually this dip was my favorite part, karena saya pribadi senang bereksperimen dengan berbagai macam dips. Guacamole, salsa, honey mustard, you name it. Jadi ketika Denis mengajarkan saya membuat raita, how can't I never heard about this dip before ? This sauce is so fresh yet so creamy, dengan tendangan dari daun mint, dan mudah banget untuk dibuat.




Cucumber Raita

1 Buah                  Timun ukuran sedang, kupas dan buang bijinya, lalu parut.
1 Sdt                     Bubuk Jintan
2 cup                     Plain Yogurt
3 sdm                    Daun mint cincang ( jangan lupa cuci dulu)
                             Garam dan Merica secukupnya
                             Perasan air lemon, sesuai selera

Campur semuanya, lalu beri garam dan merica sesuai selera ( iya gitu doang hahaha ). Cucumber raita ini jodohnya pita bread, tapi buat saya, any chips will do. Bikin Raita satu mangkuk, beli Happy Tos atau keripik singkong, and throw a movie marathon with some friends. Hey, happiness is easy !

Selasa, 10 Mei 2016

LOKAL Hotel and Restaurant Yogyakarta



Saya sudah lama penasaran sama hotel dan restoran satu ini, gara-gara suka melihat foto-foto di Instagram maupun di majalah yang menampilkan interiornya yang ramai dengan mural warna warni. Walaupun sering ke Yogyakarta, tapi setiap kali ke kota ini bersama keluarga kami pasti lebih sering menghabiskan waktu di acara keluarga atau mencari jajanan tradisional pinggir jalan yang enak-enak, ketimbang makan cantik di hotel. Tapi, saya yang jebolan desain ini pasti gemes penasaran dong sama arsitekturnya (dan juga makanannya). Jadi, sewaktu berkesempatan ke Jogja sendirian akhir April lalu, saya sempatkan untuk mampir ke hotel yang terletak di Jalan Jembatan Merah ini.

Minggu, 08 Mei 2016

China Trip : Closer to Tibet



Setelah lima hari kami melakukan perjalanan lintas darat dari Kunming ke Lijiang, tujuan kami berikutnya adalah Shangri La, yang merupakan tujuan utama dari perjalanan kami. Awalnya kota ini bernama Zhongdian, sebuah provinsi di Yunnan, China. Untuk meningkatkan pariwisata, pada tahun 2001 nama kota ini diganti menjadi Shangri La, diambil dari sebuah nama kota fiksional dalam sebuah novel James Hilton, dimana kota imajiner tersebut terinspirasi oleh budaya-budaya dan adat istiadat penduduk Tibet. Walaupun masih merupakan wilayah China, namun kota ini sudah kental akan budaya dan penduduk-penduduk Tibet.

Kamis, 21 April 2016

China Trip : Part One



Perjalanan paling gokil di first quarter life kehidupan saya.

I was born to do road trips, I was raised having road trips. Saya selalu suka perjalanan darat, bahkan ke tempat yang sama berulang kali seperti lintas pantura Jakarta-Semarang setiap tahun saat lebaran tiba. Bisa menyaksikan langsung keseharian berbeda orang-orang di kota kecil, atau mencicipi kuliner lokal sepanjang perjalanan sambil diramaikan oleh inside jokes keluarga ( Oh, we got plenty ) . Perjalanan mudik selalu jadi agenda keluarga yang ditunggu setiap tahunnya.

Jumat, 01 April 2016

Desa Wae Rebo : A Remote Paradise



" Pingin liburan nih tapi lagi bokek. "

Saya masih ingat kira-kira begitu pembicaraan saya dengan seorang teman kantor pada suatu malam. Siapa sangka, tepat keesokan paginya, kami mendapat kabar akan ditugaskan ke Waerebo, Flores pada saat perayaan kemerdekaan. Doa kami dijawab secepat itu. Excited bukan main, akan dikirim ke sebuah desa adat yang merupakan rising star di dunia pariwisata Indonesia, apalagi tepat pada saat perayaan kemerdekaan RI. Tidak semua orang berkesempatan berkunjung kesana bertepatan dengan hari besar rakyat Indonesia yang dirayakan seantero nusantara tersebut. 

Sabtu, 26 Maret 2016

Find Happiness in Random Things




I'm not an easily bored person, but when I do, I can do the most random things ever. One time, I was waiting for a friend in a geek convention , the next thing I know, I'm already assigned to a regional Star Wars community. But, then again, what's wrong with a little randomness in our life. It definitely sparks up your ordinary days. So this list I made, is a lot of realistic ideas of what you can do right now, because it doesn't spend so much money ( like I won't suggest an impromptu trip to Egypt ), but yes, it requires efforts. And as for me, I always find happiness in simple things. This is how a person like me enjoying life. 
You're welcome.

1. Sign to any community in your neighborhood or town, the ones you're interested. Or if you can't find one, make one. I always wanted to be able to initiate a movement. 

2. Find any street food near your house that you never tried before. 

3. Try a new recipe, even if you don't like to cook. You'll be thrilled to try things you never done before. And no, I don't accept "I can't cook", seriously, how hard can it be ? It's all there in the recipes. Even a 5-minutes-microwave chocolate cake will do. 

4. Watch Finding Bigfoot episodes on Youtube. Or Whale Wars. 

5. Go clean slate with your bedroom. Cleaning, managing mess and clutters, or throw everything away and start over with your room, I don't care. I think making your bedroom comfortable enough is worth it. It doesn't have to be IKEA full-furnished. Well managed with a little DIY decorations is enough. Having a new managed bedroom is like having a new chapter of life, I'm telling you. 

6. Open Youtube, find any HIIT training or Yoga. Equipment free and yes, it makes you healthier. Move that butt now, no excuse. I suggest FitnessBlender :)

7. Buy old, secondhand magazines. Doesn't matter if it's an old issue, they still have many useful informations. In Indonesia you can get three old magazines for only IDR 15000 ( around $13.5 )

8. Buy secondhand books. There's nothing like it. Or borrow some from your bookworm friends. 

9. Find a cheap or free exhibitions and shows in your town. Even if it doesn't sound like you, like an indie theatrical play, infamous concert, book reading, or maybe an art show.

10. Go to airport, take some company or alone. You can enjoy the cafes and restaurants while embracing the vibes of people going on holidays. 

11. Plan a potluck gathering with your friends or cousins. You don't have to wait for special occasions. You can make it a movie marathon night, a board games or karaoke night. 

12. Meet a friend you haven't seen in a long time. Check your phone contacts. Oooh, you got plenty, right ?

13. Watch an old Hollywood movie, from 1940s-1960s. That old Hollywood accent will stay in your head for days. 

14. Bake cupcakes or muffins. Give it to the homeless, tell them you baked it yourself :)

15. Turn off any kind of unessential social media like Instagram, Path, Twitter or Facebook for days. Try Flipboard, Medium, Zomato or Pinterest instead. 



Wisata Yogyakarta : Sisi Lain

Cerita lama, sebuah perjalanan di tengah 2013. Bukan kota baru juga untuk saya, karena saya sudah sering ke Yogyakarta setiap tahun sekali. Tapi saya belum pernah lihat Yogyakarta dari sisi yang satu ini.


Sebenarnya ini adalah perjalanan akademis mahasiswa Arsitektur untuk mempelajari arsitektur regional di Yogyakarta. Saya nggak akan banyak bahas sisi arsitekturnya, saya akan lebih membahas hal-hal yang menyenangkan yang saya ingat, sekadar mengisi waktu menunggui Eyang yang sedang sakit. Awalnya kami berniat menggunakan jasa travel agent, supaya nggak repot dan bisa fokus pada studi. Tapi ternyata harganya jauh beda dengan apabila kita mengurus sendiri. Akhirnya kita memutuskan untuk mengurus sendiri dengan sistem bagi-bagi tugas. 







Kamis, 24 Maret 2016

Weekend Di Desa Gamboeng


Memang bukan resort getaway yang mewah, tapi buat saya, bangun pagi-pagi dikelilingi perbukitan hijau dan udara sejuk bikin bahagia lahir batin.

It was actually not even a resort, lebih tepatnya Pusat Penelitian Teh dan Kina di Desa Gamboeng, Jawa Barat. Nggak ada pula cottage-cottage liburan dan hospitality service 24 jam. Kami sekeluarga besar menginap di sebuah mess yang cukup luas dengan jumlah kamar yang cukup banyak. Makannya pun kami bawa sendiri, dengan sistem potluck jadinya melimpah deh. Mulai dari roti-roti, wedang jahe, pisang rebus sampai tumpeng dan daging kambing buat barbecue malam harinya ! 


Pagi hari, setelah sarapan khas ndesa, kami sekeluarga trekking keliling wilayah PPTK, yang mostly berupa perbukitan hijau ( It was perfect green ! ) . Rasanya saya detoksifikasi jiwa dan fisik, bisa olahraga ringan sekalian cuci mata. Medannya nggak susah , walaupun Om saya sempat mengajak ke daerah yang medannya agak terjal, but a little bit of challenge adds more fun, right ? Lebih asiknya, keluarga besar saya yang satu sudah extended ke kancah internasional, maksudnya ada beberapa anggota keluarga yang merupakan warga negara asing, seperti dari Mexico dan Swiss. Jadi lebih seru deh !

See ? Quick getaway doesn't have to be expensive and luxurious. For me, all I need is my favorite crowd, pemandangan alam dan pisang rebus tentunya :D






© Anindya Fathia
Maira Gall