Minggu, 29 Mei 2016

Cooking Indian with Denis Amirtharaj


Masakan India selalu membuat saya penasaran. Sajiannya yang sarat akan rempah dan minyak itu selalu membuat saya bertanya-tanya apa saja bumbu yang mereka racik ke dalamnya, sehingga tersaji panganan lezat menggugah selera makan. Istilah-istilahnya pun tidak kalah eksotis, mereka punya tandoori, tikka masala, raita, paratha dan lainnya. Sembilan tahun mendalami hobi memasak, jujur saya udah lama ingin bisa menaklukkan satu resep masakan india, tapi akhirnya kalah sebelum berperang, maksudnya pusing duluan lihat daftar bumbunya. 

Sekitar awal tahun 2016, seorang mahasiswa arsitektur asal Chennai, India bernama Denis Amirtharaj mengajukan permohonan magang ke kantor kami. Kami pun menyambutnya dengan excited, karena belum pernah menerima mahasiswa magang dari India sebelumnya. Kami bahkan heran, kenapa nama kantor kami bisa terdengar hingga ke negaranya. Ketika sampai di Indonesia, Denis bercerita kalau kedatangannya itu adalah pengalaman pertamanya melakukan perjalanan lintas negara, dan akan tinggal sendiri di Bintaro selama tiga bulan . That was kinda huge for a first overseas trip.

Our Chennai guy

Alih-alih banyak berdiskusi tentang arsitektur, ternyata saya dan Denis lebih nyambung ketika diskusi tentang makanan. Ternyata, sama seperti saya, Denis juga penikmat kuliner. Saya yang udah lama penasaran dengan kuliner India bisa berdiskusi banyak dengan Denis, dan saya juga memberikan rekomendasi makanan-makanan Indonesia untuk dia cicipi. His favorite ? Tongseng ! Kami juga sama-sama penggemar film kuliner seperti Chef, Burnt dan No Reservation. Pokoknya, kalau saya ketemu Denis, obrolannya nggak jauh-jauh dari saffron dan garam masala.

Sesuai tradisi kantor kami --dimana anak magang wajib masak untuk orang sekantor lalu kami lempar ke kolam renang, Denis pun akhirnya kami todong untuk masak enak, karena kami penasaran dengan masakan India yang disiapkan langsung oleh native-nya. Akhirnya, menjelang akhir masa magangnya, Denis pun sepakat untuk memasak Indian buttered chicken untuk kami. Cihuy !

Buttered chicken, atau yang terkenal dengan nama murgh makani di India, merupakan hidangan berupa ayam dengan saus kari yang kaya akan mentega. Berdasarkan cerita Denis, awal mula terciptanya hidangan ini berawal dari sekelompok orang yang memiliki sisa chicken tandoori, lalu entah karena kelaparan atau mungkin cuma iseng, mereka campur dengan mentega dan rempah-rempah. Voila ! Jadilah buttered chicken yang kondang di India ini. Hidangan ini biasa disajikan dengan nasi basmati yang dimasak dengan kacang polong. 

Daftar bumbu yang diberikan Denis, seperti yang kita pasti duga, cukup panjang dan membuat bingung. Ketika sedang berdiskusi bahan, Denis mengeluarkan sebuah bungkusan berisi bubuk-bubuk bumbu berwarna merah bata. Ia bercerita, bumbu tersebut diracik sendiri oleh ibunya, terdiri dari campuran garam masala, merica, kunyit, jintan dan fennel seed. Bumbu tersebut bisa digunakan untuk memasak hingga empat kilogram ayam. Saya dan teman-teman pun serentak bersama-sama mencium aroma bumbu tersebut dan...... seketika langsung lapar. Aromanya mewakili segala yang bisa tercium dari semangkuk kari ayam hangat. Harum luar biasa. I never knew there was such an indulging smell like that. Rasanya saya sudah bisa mencicipi hidangan tersebut walaupun masih berupa racikan rempah, yang diramu langsung oleh tangan seorang ibu dari India. And all I managed to say was :

" Denis, tell your mom I send my regards,"

Keesokan harinya, saya dan Denis pun mulai belanja sejak pagi. Tidak sulit mencari bahan-bahan yang diperlukan, mengingat Bintaro punya satu pasar modern, satu pasar tradisional, dan lima supermarket besar yang harga dan produknya selalu bersaing. Hanya saja, kami memang harus berkelana untuk melengkapi segala bumbu dan bahan yang diperlukan, terutama yang unik seperti garam masala yang cuma ada di Lotte Mart.

Don't you just love the color

Selama masak, Denis sigap menjadi head chef, dan Hafiz siaga sebagai sous-chef. Saya jadi seksi dokumentasi yang juga merangkap tukang potong bawang dan timun, dan ngemilin yogurt tentunya. 
Oiya, untuk melengkapi hidangan siang itu, Denis juga menyiapkan cucumber raita, semacam sauce dip yang terbuat dari campuran plain yogurt, parutan ketimun, dan daun mint. Raita ini biasa dimakan dengan pita bread atau paratha.


Sous-chef in action





Setelah masak selama total tiga jam, jam satu siang masakan Denis siap untuk makan siang bersama and the party started. Ayamnya matang sempurna, bumbunya thick, creamy and spicy, tapi bagian favorit saya adalah taburan daun ketumbarnya yang memberikan tendangan segar. Semua setuju bilang enak banget, tanpa ketinggalan cucumber raita dan paratha nya yang langsung ludes. Semua kenyang dan happy. Sayang sekali Denis harus kembali ke India dalam waktu dekat, kami pasti akan kangen dengan masakannya.

Denis Amirtharaj's Buttered Chicken.


The proud chef

The team


I never write any recipes formally before, dan kebetulan resep yang dipakai Denis cukup ribet (dan pakai bumbu rahasia racikan ibunya), jadi resep yang saya share ini sudah dalam versi yang lebih gampang, dengan komposisi bumbu yang mendekati resep asli Denis. Saya pribadi juga akan lebih sering pakai resep ini karena lebih praktis, dan resep ini memakai fillet dada ayam instead of potongan ayam. Resep di bawah ini porsinya juga disesuaikan untuk orang satu rumah. I challenge ye !

Buttered Chicken

6 sdm                    Butter ( Saya pakai Anchor salted )
1 Kg                        Fillet dada ayam, potong dadu ( kalau mau tetap pakai ayam potong juga silahkan)
1 buah                  Bawang bombay besar
3 Siung                  Bawang putih, cincang halus
3 sdt                      Garam Masala (Merk lokal Jay's Kitchen, ada di Lotte Mart)
1 sdt                      Bubuk Cabe
1 sdm                    Jahe Parut Segar
1 sdt                      Jintan Bubuk
1/2 sdt                  Cayenne Pepper
1 sdm                      Tomato Paste (Bukan saus tomat ya, favorit saya pakai Del Monte )
2 cup                     Krim masak ( Elle & Vire creme cuisson, but any plain cream will do)
I Buah                   Lemon
                                Daun ketumbar untuk garnish
                                Beras Basmati (optional)

1. Lelehkan 2 sendok makan butter di atas wajan dengan api medium high-heat, masak ayam hingga semua sisi kecoklatan. Untuk saat ini belum perlu untuk mematangkan ayam sampai sempurna, masukkan ayamnya juga disarankan untuk bertahap, tidak sekaligus semua, work in batches. Kalau sudah, singkirkan ayamnya.

2. Lelehkan 2 sendok makan butter dengan api medium-heat. Masukkan bawang bombay, masak hingga agak lembut, mungkin sekitar 3 menit. Masukkan bawang putih, cayenne, garam masala, jahe, bubuk cabe, jintan, dan cumin. Aduk-aduk sebentar, lalu masukkan tomato paste.

3. Aduk-aduk bumbu dan tomato paste, hingga simmered, maksudnya agak mendidih perlahan, masak sekitar empat menit, lalu setelah itu masukkan krim. Aduk dan masak hingga kembali mendidih perlahan, masukkan ayam, diamkan hingga kembali mendidih kecil perlahan selama 10-15 menit. Kalo mendidihnya jadi terlalu besar, kecilkan apinya. Biasanya, semakin lama dimasak, ayam akan semakin empuk. So, cook as long as you want, walaupun semakin lama waktu masak, akan lebih banyak membutuhkan tambahan cairan (bisa ditambah air).

4. Masukkan 2 sendok makan sisa butter, masukkan garam dan merica sesuai selera. Lanjutkan masak ayam hingga matang sempurna.

5. Cincang daun ketumbar yang sudah di cuci, lalu campurkan ke buttered chicken. Mungkin kesannya hanya garnish dan pelengkap, tapi buat saya potongan daun ketumbar punya peran penting untuk membuat cita rasa yang berbeda. Seriously, it changes the whole game. 

6. Lemon juga ditambahkan sebagai pelengkap, bisa diperas jusnya atau di potong membujur cantik dan disajikan bersama sajian.

Eits, belum selesai. Saya juga akan kasih resep Cucumber Raita, semacam dip atau saus celup khas India yang biasa dimakan dengan pita bread atau paratha bread (or in my case, potato chips !). Actually this dip was my favorite part, karena saya pribadi senang bereksperimen dengan berbagai macam dips. Guacamole, salsa, honey mustard, you name it. Jadi ketika Denis mengajarkan saya membuat raita, how can't I never heard about this dip before ? This sauce is so fresh yet so creamy, dengan tendangan dari daun mint, dan mudah banget untuk dibuat.




Cucumber Raita

1 Buah                  Timun ukuran sedang, kupas dan buang bijinya, lalu parut.
1 Sdt                     Bubuk Jintan
2 cup                     Plain Yogurt
3 sdm                    Daun mint cincang ( jangan lupa cuci dulu)
                             Garam dan Merica secukupnya
                             Perasan air lemon, sesuai selera

Campur semuanya, lalu beri garam dan merica sesuai selera ( iya gitu doang hahaha ). Cucumber raita ini jodohnya pita bread, tapi buat saya, any chips will do. Bikin Raita satu mangkuk, beli Happy Tos atau keripik singkong, and throw a movie marathon with some friends. Hey, happiness is easy !

Selasa, 10 Mei 2016

LOKAL Hotel and Restaurant Yogyakarta



Saya sudah lama penasaran sama hotel dan restoran satu ini, gara-gara suka melihat foto-foto di Instagram maupun di majalah yang menampilkan interiornya yang ramai dengan mural warna warni. Walaupun sering ke Yogyakarta, tapi setiap kali ke kota ini bersama keluarga kami pasti lebih sering menghabiskan waktu di acara keluarga atau mencari jajanan tradisional pinggir jalan yang enak-enak, ketimbang makan cantik di hotel. Tapi, saya yang jebolan desain ini pasti gemes penasaran dong sama arsitekturnya (dan juga makanannya). Jadi, sewaktu berkesempatan ke Jogja sendirian akhir April lalu, saya sempatkan untuk mampir ke hotel yang terletak di Jalan Jembatan Merah ini.

Minggu, 08 Mei 2016

China Trip : Closer to Tibet



Setelah lima hari kami melakukan perjalanan lintas darat dari Kunming ke Lijiang, tujuan kami berikutnya adalah Shangri La, yang merupakan tujuan utama dari perjalanan kami. Awalnya kota ini bernama Zhongdian, sebuah provinsi di Yunnan, China. Untuk meningkatkan pariwisata, pada tahun 2001 nama kota ini diganti menjadi Shangri La, diambil dari sebuah nama kota fiksional dalam sebuah novel James Hilton, dimana kota imajiner tersebut terinspirasi oleh budaya-budaya dan adat istiadat penduduk Tibet. Walaupun masih merupakan wilayah China, namun kota ini sudah kental akan budaya dan penduduk-penduduk Tibet.
© Anindya Fathia
Maira Gall