Akhirnya update blog lagi setelah
setahun lebih menikah. Banyak rasanya yang pingin ditulis tentang kehidupan
baru setelah berumah tangga dan hidup berdua. Kali ini mau cerita yang
sederhana aja, tentang pengalaman setahun hidup berdua suami. Karena menurut
aku perubahan hidup yang paling terasa setelah menikah itu ya karena memutuskan
tinggal berdua suami.
Aku menikah di usia 26, dan di
usia tersebut (dan sampai sekarang) teman sebaya yang menikah itu lagi
banyak-banyaknya. Wedding invitations are
popping like popcorns. Banyak yang
memutuskan langsung hidup mandiri berdua, banyak juga yang memutuskan untuk
tinggal bersama orang tua atau mertua. Dua-duanya pilihan, yang masing-masing
punya konsekuensi dan juga menyesuaikan sama kebiasaan dan preferensi setiap
pasangan. Karena kebetulan aku memilih untuk hidup mandiri, mungkin disini aku
bisa share pengalaman dan plus-minusnya dari sudut pandang istri dengan
pengalaman menikah baru setahun.
Manajemen Dapur
I’ve been cooking since 2008, jadi kalau soal masak-memasak
harusnya udah aku nggak kaget. IYA, HARUSNYA. Memasak zaman bujang itu berbedaaaaa
dengan memasak dalam rumah tangga, Anak Maniiiss. Tetap aja harus adaptasi. Ilmu
memasak dan manajemen dapur adalah dua hal yang berbeda. Zaman kuliah dan
sebelum menikah memasak itu hanya kalau weekend, dan mau masak apa itu bisa
direncanakan dengan detail dan mood nya sudah disiapkan jauh-jauh hari.
Belanjanya pun khusus hanya untuk masak di hari itu. Jadi kalau hari itu mau
bikin guacamole, ya sabtu pagi udah
belanja santai ke pasar cari alpukat dan olive oil.
The thing with domestic life is, you cook on a daily basis. You serve
meal two, three times a day. Not to mention the dirty dishes piled up in your
sink. Isi kulkas harus direncakan akan masak apa saja seminggu ke depan,
harus diatur mana yang cepat basi, mana yang tahan lama, mana yang harus masuk freezer. Goal utamanya, bagaimana
caranya setiap hari ada masakan rumah, tanpa harus ke pasar setiap hari. I messed up on the first few months, banyak
bahan makanan basi terbuang, seminggu bisa harus beberapa kali belanja, sama anggaran
belanja yang belum bisa terbukukan dengan jelas. It seems that all my ten years of cooking experience went down the
drain.
Kenapa kok nggak catering aja?
Kok nggak beli aja? Delivery kan gampang.
Nggak salah kok kalau ada yang
memutuskan rajin delivery atau makan diluar. Kesibukan orang beda-beda. Alasan
aku masih bela-belain masak sendiri adalah, jauh lebih hemat, Siiisss. Coba deh
pesen nasi sama ayam goreng, jatuhnya bisa 25.000-40.000-an sendiri per porsi
belum sama ongkir. Ayam broiler montok ginuk-ginuk satu ekornya di pasar modern
itu harganya 43.000, bisa di potong delapan besar-besar, bisa buat lauk delapan
kali makan. Jauh Neng bedanya. Oiya,
karena kebetulan lagi belajar hidup sehat dan mengurangi gorengan, agak susah
kalau catering atau selalu pesan. Di Jabodetabek masih agak susah menemukan
restoran atau catering sehat yang ramah di kantong.
Gladi Bersih-Bersih
Hidup punya pembantu selama 26
tahun hidup aku, dulu cuma mau bersih-bersih kamar sendiri sama kadang-kadang
kamar mandi lantai dua. Dulu belum pernah kenalan sama yang namanya nyetrika
setiap hari, cuci tumpukan piring yang selesai di cuci lalu numpuk lagi, sama
merasakan lantai yang kembali berminyak padahal baru juga di pel.
Untungnya suami juga orang yang
rajin bersih-bersih dan sangat kritis dengan debu dan remah-remah makanan,
jadinya dirumah saling mengingatkan. Kalau saya hobinya ngelap meja kompor dan bak cuci, suami
hobinya ngepel level squeaky clean sampai
ke sudut-sudut dan membersihkan kasur dari remah cemilan. Kalau saya prinsipnya
sebelum pergi keluar rumah kamar harus di bereskan, kalau suami nggak bisa
tolerir tumpukan cucian piring kotor yang berantakan. Eh, tapi nggak setiap
hari kok kita bersih-bersih, bisa nggak produktif nanti. Kita nggak se-clean freak itu. Seminggu atau dua
minggu sekali, biasanya kalau weekend kita rencanakan untuk kerja bakti,
bersihin rumah sampai sudut-sudut. Nanti tahu-tahu udah sore. Lalu di akhiri
dengan go-food chatime dan nonton Netflix. Irit karena nggak keluar rumah,
sehat karena dapat banyak gerak, rumah pun wuangi.
Walaupun begitu, ada aja
waktu-waktu khilaf atau terlalu capek yang nggak memungkinkan untuk setrika
atau cuci piring. Akhir-akhir ini pun lagi sering panggil laundry atau Go-Clean
khusus setrika. Pernah waktu sakit dan harus bedrest dirumah, panggil Go-Clean
untuk bersihin satu rumah sampe sudut-sudut plus cuci piring. Zaman sekarang
ini mau berumah tangga itu serba dimudahkan.
Undeniable Bills
Disini saya mengerti kenapa
banyak teman-teman saya yang tetap memutuskan untuk tinggal bersama orangtua
atau mertua setelah menikah. Tinggal bersama orangtua memang pilihan yang
sangat hemat secara finansial. Ketika kamu memutuskan untuk hidup mandiri,
pembengkakan biaya nggak hanya datang dari cicilan rumah atau sewa kontrakan. It’s far beyond that.
Mau mengawali hidup mandiri,
tentu saja harus beli furniture dan elektronik. Kalau ada warisan perabot, bisa
lumayan menghemat banget. Tapi berhubung saya sama suami sama-sama arsitek,
jadi buat kami tema perabot rumah harus terkonsep walaupun sederhana (ribet ya).
Walaupun bikin tabungan terkuras, tapi kita semangat belanja furniture, apalagi
rumah kami dekat IKEA hahahahaha. We’ve
made a lot of impromptu trips to IKEA and ended up buying salad spinner or
toilet brush.
Selain perabotan, kalau tinggal
di komplek ada namanya iuran bulanan. Jangan lupa ada listrik dan juga
kebutuhan domestic rumah tangga seperti deterjen, aqua, gas, internet, bahan
makanan, belum lagi kalau ada yang perlu di service. Itu kalau di total nggak kecil lho biayanya, sampai jutaan rupiah, dan kamu nggak perlu mengeluarkan ini semua kalau tinggal sama orangtua.
Silahkan pilih untuk masuk tabungan atau untuk jajan cantik keliling Jakarta
Selatan.
Kuncinya sih tetap perencanaan
keuangan yang baik. Kebetulan saya dan suami adalah tipe yang awam finansial,
maksudnya ya perencanaan keuangan kami intinya menabung atau cari uang lebih
banyak, dan mengadopsi gaya hidup yang semampunya. Kami juga bukan orang yang
suka menyicil dengan credit card
untuk barang remeh temeh, bahkan waktu menikah pun sama sekali nggak ada yang
punya CC. Hingga detik ini pun Alhamdulillah kami tidak sedang nyicil apapun (dan
semoga seterusnya dimudahkan Allah SWT untuk nggak perlu nyicil). Sewaktu
mengisi rumah, dananya sudah kami siapkan jauh-jauh hari. Mengisi rumah pun
jadi kenangan yang menyenangkan.
The Benefits
Kalau memang ribet, terus kenapa
tetap milih untuk hidup mandiri ?
Keuntungan hidup mandiri yang
paling terasa untuk aku sih, kebebasan. Apalagi untuk aku yang seumur hidup
nggak merasakan jadi anak kos. Bebas diskusi apapun sama suami di ruang
manapun. Bebas menentukan perabot dan dekorasi rumah. Bebas menentukan hari itu
menyajikan makan apa. Bebas menentukan kapan rumah dibiarkan berantakan dan
kapan mulai kerja bakti. Bebas tiduran di kamar seharian kalau weekend tanpa
rasa bersalah. Bebas menyalakan diffuser wangi apapun di ruang tamu. As simple as that. Hal-hal kecil seperti
itu membawa kebahagiaan untuk saya. Bagi saya, kebebasan ini priceless.
Keuntungan lainnya adalah, beradaptasi
lebih awal. Kami berdua sudah mulai merasakan kagetnya mengurus rumah tangga
dari awal pernikahan sewaktu masih berdua aja. Kami lebih fleksibel dan santai dalam
mencari ritme kegiatan berumah tangga yang pas, juga dalam mencari style rencana finansial yang sesuai.
Andaikan saya mulai hidup mandiri ketika sudah punya anak-anak kecil, mungkin jauh
akan lebih kewalahan. Paling tidak, setahun pernikahan sudah mulai nyicil
mengumpulkan ilmu dan life hacks yang
memudahkan dalam mengurus rumah. Ritmenya pun sudah mulai ketemu walaupun nanti
kalau sudah ada bayi pasti akan berubah lagi.
Kira-kira begitu. Semoga kalian
yang belum menikah dan merencanakan menikah, atau akan merencanakan hidup
mandiri bisa mempertimbangkan lebih baik lagi pilihannya. Intinya, kalau mau
hidup mandiri, nggak boleh males ! Karena akan perlu banyak effort dan tenaga, kecuali kalau kamu
mau mengeluarkan biaya lebih untuk jasa full-time ART. But above all, tinggal berdua dari awal menikah itu menyenangkannya
tidak terganti. Banyak pelajaran, bonding
dan mengenal pasangan pun bisa lebih leluasa.
Permisi.
Tidak ada komentar
Posting Komentar